Rabu, 21 Oktober 2015

Ini bukan kutukan, ini cinta

#CanberaEuy oleh 15 peserta ☺
#owop

Malam ini adalah malam Rabu. Malam yang sama dimana lagi-lagi hanya suara jangkrik yang menemani. Angin begitu sampai hati menusuk ke dalam diri. Dan lihatlah, seorang Putri nan elok parasnya tengah menatap keluar jendela kastil dengan penuh harap.

Putri Anis melemparkan pandangnya jauh. Ia masih berfikir tentang kejadian sore tadi. Putri Anis bertemu dengannya. Dia yang ada di masa lalu Putri Anis. Mungkin masih ada pula di hatinya kini. Uways. Dia hanya masyarakat biasa yang membuatnya tidak bisa tidur cepat tiap malam. Setidaknya sebulan ini.

Sesak yang dirasa Putri Anis, tiap kali teringat nama itu. Bagaimana tidak? Seorang pemuda kampung yang sombong dan belagu, beraninya dia menantang seorang putri sekelas Puttri Anis. Putri yang cantik dan cerdas itu berjanji akan mempermalukan pemuda sombong itu

putri anis memegang pinggiran jendela itu kuat. Kepala dikeluarkannya keluar dia berteriak lantang...
"DASAR LAKI-LAKI SIALAAAAAN....!!!.
urat leher putri anis menegang, suaranya menggema melayang. Namun tiba-tiba tanpa disadarinya....

"Tuan putri." Tiba-tiba muncul suara. Putri Anis seketika menoleh ke belakang.

"Kau mengagetkanku, dayang Han."

"Maafkan saya, putri. Tapi saya sudah membawa apa yang anda minta."

Dayang Han menyerahkan sebuah bungkusan besar. Putri Anis membuka bungkusan tersebut, ternyata berisi kaki kiri dan tangan kanan Uways.

"Bagus. Dengan ini dia pasti malu karena cacat." Ujar Putri Anis sambil tersenyum menyeringai. Kemudian, Putri Anis memakan potongan tubuh tersebut dengan lahap.

Tapi di suapan ketiga tiba-tiba putri Anis memikirkan Uways. Dia sosok yang pernah singgah di hatinya. Lantas, mengapa dia sendiri yang membuat Uways menderita dengan membuat Uways cacat seperti ini. Putri Anis hampir kehilangan selera makannya. Tapi, sakit hatinya kembali muncul menyergap suasana hati putri Anis.

"Ah, sudahlah bukankah dia juga yang menyakiti hatiku." Ujar putri Anis dalam hati. Putri Anis mendadak andilau (antara dilema dan galau), haruskah putri Anis kembali menyantap hidangan kaki Uways? Namun perasaannya bergejolak seolah tak tentu ingin apa.

"Ohh...uways, berhentilah hinggap di pikiranku, kau bukan burung yang harus hinggap di sana" pekiknya pada diri sendiri.

Tiba tiba dari balik pintu sang raja gagah perkasa penguasa negri owop datang menghampiri putrinya yg menghentikan kunyahan nya.
"Putriku ingatlah rasa benci bisa menjadi benar-benar cinta" ayah samg putri menggenggam bahu putri anis yang mulai berhenti mengunyah,dan menyimpan sisa tulang dengan tak berselera.
Oh....uways kenapa takdir mengubah perasaan benci ini menjadi samar-samar berwujud cinta?
Ada benarnya juga perkataan ayah nya .Putri menatap lagi jendela,memandang lembayung yang menyapa senja bersama bayangan pemuda berhati baja bernamakan uways...

Hati dan pikiran putri Anis sempurna diliputi sosok pemuda itu. Apakah Uways merasa sakit saat ini? Kaki dan tangannya kini terhidang di hadapannya. Betapa kejamnya dirinya ! Batinnya menyadari. Di tengah pertarungannya dengan nurani, suara perutnya menyela.

Grooookkk

Lapar bukan kepalang.
Kegalauan berkepanjangan membuat rasa laparnya tak bisa ditahan akhir2 ini. Berat badannya naik drastis. Pipinya membulat dan lingkar perutnya bertambah lebar karena terlalu banyak makan.
Uwaaaaayyyysss . Pemuda itu membuat putri cantik jelita ini berubah tambun dalam beberapa minggu saja.
Kebencian putri Anis pada Uways muncul lagi.

Bersamaan dengan itu Dayang Han membawa semangkuk sup, dari bahan yang sama. Sup kaki Uways.

"Silakan Tuan Putri, yang ini sudah diracik menjadi sup"

Air liur Putri Anis meleleh. Aroma kaldu begitu menggugah selera. Mungkin yang sudah dimasak lebih lezat rasanya.

 "Ah, peduli apa dengan pemuda arogan itu. Badanku jadi gendut dicampakkan olehnya. Kumakan habis saja hidangan ini. Siapa yang meragukan keahlian masak Dayang Han? Pasti enak. Dia koki kerajaan yang handal." Batinnya sambil menyantap, antara lahap dan kalap.

"Dayaang Haan, apakah di panci masih ada? Kalau masih ada coba delivery makanan ini ke pondok Uways. Dia harus coba jari-jarinya ternyata gurih sekali dibuat sop begini. Ah ya, mungkin untuknya perlu dikasih merica lagi. Hasil stalker sosmednya selama ini ku tahu dia pecinta makanan pedas. Tiap malam ngemil keripik maicih"

Titah Sang putri sambil menyeruput kuah sop terakhir di mangkuknya.

Dan akhirnya sop itu sampai ke pondok Uways. dengan senang hati dan penuh kebahagiaan Uways menerimanya.
"Dari mana?"
"dari Putri Anis, Daeng Uways." kata mbok Ken sambil meletakkan sopnya dihadapan daeng Uways.
"Sampaikan ucapan terima kasihku pada Putri Anis, sungguh mulia hatinya ingin membagi makanannya kepadaku."

Uways menitikkan air matanya. terharu dengan kebaikan Putri Anis.
"kenapa menangis, Daeng?"
"Aku. bahagia, Mbok Ken. ternyata bukan hanya wajahnya yang cantik nan menawan, tapi hatinya pun ternyata cantik nan halus sehalus sutera."
Mbok Ken, tidak bisa berkata apa - apa. hatinya sakit melihat keadaan Daeng Uways, hingga akhirnya meninggalkannya sendiri bersama dengan sop itu.

Uways dengan penasaran teramat sangat mencoba membuka kotak tupperware itu dengan mulutnya dengan keadaan kedua tangannya yg buntung.
saat tutupannya terbuka,
"wah... sedap euy,"
Uwaiys girang bukan kepalang mencelupkan kepalanya kedalam tupperware itu dan melahap sopnya...

"untuk pertama kalinya Saya menyantap makanan yg lezat " gumamnya dalam hati.

Ternyata Sup yg enak ini bisa membuat org mengatakan hal yg jujur dan tak bisa bohong.

Tiba-tiba, sebuah keanehan terjadi. Keesokan harinya, terdengar teriakan melengking keras dari istana Putri Anis. Semua warga terkejut dengan teriakan di pagi buta itu. Mereka tergopoh-gopoh keluar dari rumah masing-masing menuju istana. Memastikan apa yang terjadi.

Benar saja, teriakan tadi adalah suara Putri Anis sendiri. Ia histeris ketika mendapati bagian tubuhnya ada yang hilang. Dan yang lebih membuatnya terkejut, bagian tubuhnya yang hilang adalah kaki kiri dan tangan kanan!

"Oh tidak! Tuan Putri, bagaimana ini bisa terjadi?!" teriak Dayang Han yang ikut histeris.


Sementara itu, Uways yang juga mendengar suara teriakan yang amat dikenalinya itu, serta merta berlari menuju istana. Ia teringat akan kebaikan Putri Anis yang telah memberikannya sup tadi malam. Dan kini, Uways mulai mengkhawatirkan Putri. Ada apakah gerangan dengan sosok yang diam-diam mulai bertahta di dalam hatinya?

Namun, di tengah jalan, langkah Uways tiba-tiba terhenti. Ia baru menyadari suatu hal yang lebih membuatnya terkejut.

Ya, kaki kirinya utuh. Menyatu sempurna seperti sedia kala. Kepanikannya atas Putri Anis membuatnya terlambat menyadari. Bahwa kini, anggota tubuhnya telah lengkap. Utuh seperti semula.

"Bagaimana mungkin?" batinnya

"Ah! Tidak penting apa yang terjadi padaku. Bagiku putri Anis lebih penting dari segalanya sekarang!"  Batin daeng uways lagi.

Sekuat tenaga ia kerahkan untuk berlari menuju istana putri Anis. Daeng Uways sangat khawatir.  Dia takut kalau-kalau terjadi hal buruk pada putri Anis. Sepanjang perjalanan itu, hati Daeng Uways tak lepas akan doa keselamatan untuk putri Anis, wanita yang saat ini tengah memenuhi hatinya.

Sesampainya di istana, ketika hendak menemui putri anis, pengawal istana dengan peralatan keamanan lengkap menahan Daeng Uways dan melarang menemui putri Anis. Mendapat perlakuan seperti itu ia sangat sakit hati. Berbagai macam cara dia coba untuk menerobos pos keamanan tersebut. Hingga akhirnya Daeng uways pun berhasil sampai di depan pintu kamar putri Anis. Dia sangat senang karena saat itu dia bertemu dengan mbok kenti yang tempo hari telah mengantarkan sop lezat dari putri Anis khusus buat dia.

"Mbok! " Daeng Uways memanggil mbok kenti. Dia berharap dengan adanya mbok kenti dia  bisa lebih mudah untuk bertemu dengan putri anis.

Melihat Daeng Uways yang berjalan mendekatinya dengan keadaan utuh sungguh membuat mbok kenti terkejut. Namun keterkejutannya itu bukan apa-apa dibandingkan dengan kekhawatiran terhadap putri anis jika sang putri tahu bahwa Daeng uways datang mengunjunginya. Apalagi dengan keadaan utuh tanpa kurang satu apapun.

"Mbok, saya sungguh khawatir pada putri anis. jadi saya mohon pada mbok kenti untuk menolong saya agar saya bisa bertemu dengan putri anis!" Daeng uways memohon.
Mbok kenti tidak tahu apa yang harus diucapkannya. Dia hanya memandang Daeng uways dengan seribu ekspresi wajah yang sulit sekali ditafsirkan. Lalu dengan tatapanny mbok kenti memberi isyarat pada daeng uways untuk menunggu di luar kamar dan meminta persetujuan putri anis terlebih dulu.

Tidak berapa lama setelah mbok kenti masuk ke dalam kamar putri anis, terdengar suara gelas pecah. Dari suaranya sangat jelas sekali bahwa gelas tersebut sengaja dilempar ke dinding  sebagai pelampiasan amarah sang tuan. Selang tak berapa lama terdengar teriakan, "Usir dia! Aku tak ingin melihat wajahnya! Jika dia ingin menertawakan keadaanku sekarang, dia tidak perlu jauh-jauh datang ke istana dengan keadaannya yang buntung itu! Katakan padanya untuk tidak sok bersikap simpati! Karena aku tau itu hanya topeng yang sengaja dia gunakan untuk balas dendam padaku yang telah membuat dia cacat  semur hidup!"

Mbok Ken pun keluar dari kamar Sang Putri dengan perasaan campur aduk. Seperti menunggu Sang Isteri melahirkan, Daeng Uways segera bangkit dari kursi di ruang tunggu depan kamar putri begitu melihat Mbok Ken muncul.

"Bagaimana, Mbok? Ia tidak apa-apa kan? Ia mau menemuiku kan?"

Melihat wajah penuh harap itu, semakin karut marutlah Mbok Ken.

"Maaf anak muda. Ia sedang bersedih.. ia.."
"Ada apa, Mbok?" Daeng Uways semakin penasaran dan diceritakanlah semua rahasia dan derita.

Daeng Uways mengerti. Ia pulang dan segera mencari apa yang harus ia cari.

"Itu hanyalah kutukan! Kutukan cinta yang teramat besar." Daeng Uways berguman sembari menyiapkan keberangkatannya mencari Peri Mitsa. Peri dari Utara yang tinggal di dalam gua, yang dipercaya mampu mengobati kutukan sebab cinta.

Berhari-hari. Hujan dan badai dilewati. Segala rintangan ditempuh Sang Uways. Dan bertemulah ia dengan si Peri. Peri yang berwujud gadis manis tak kalah cantik dengan Sang Putri.

Setelah semua diceritakan, sulit bagi Peri Mitsa untuk memutuskan. Kodratnya memang mestilah membantu manusia seperti Uways. Tapi bila sampai pada bantuan seperti ini, ia tahu kekuatan sihirnya saja tak cukup.

Ia harus pula mengorbankan dirinya...

Tapi siapalah Uways? Bagaimana mungkin Peri Mitsa sebaik itu? Menyerahkan jiwa atas nama cinta? Cinta dua insan yang bahkan tak sepercik pun pernah Peri Mitsa rasakan.

Baginya, mencintai orang lain adalah wujud dari mencintai diri sendiri.

Dan lagi-lagi ia bukanlah makhluk dengan cinta. Kalaupun harus membantu, itu hanyalah tugas peri dalam dirinya.

Mengetahui kebimbangan Peri, Daeng Uways lemas. Ia bingung harua berbuat apalagi untuk Sang Putri. Daeng Uways pun tak sampai hati memaksa Peri. Dan ia mencoba melepaskan, merelakan apapun keputusan peri.

Menyadari kebaikan hati seorang bujang kampung seperti Uways. Hati perempuan mana yang tak tersentuh termasuk bagi peri sekalipun. Maka dengan mantap, "Baiklah, Daeng. Aku akan membantumu.."

Terdengar suara musik dengan ritme cepat penuh semangat.

Peri Mitsa memulai kemampuannya dalam  meracik obat untuk Sang Putri. Siang dan malam ia jabani, pun  Uways dengan sigap membantu apa yang dibutuhkan.

Sampai akhirnya jadilah si ramuan tersebut. Yang dipercaya dapat mengutuhkan kembali wujud Putri Anis.
Girang bukan main Sang Uways. Dengan mengucap terima kasih berkali-kali, berlarilah ia menuju istana putri. Segera diberikan pada Mbok Ken yang tengah menunggu dalam diam.

Namun sayang, kegembiraan itu agaknya membuat Peri Mitsa merasakan keperihan. Bagi fisiknya, dan hatinya.

Peri Mitsa lemas. Fisiknya melemah. Kulitnya mulai keriput. Hatinya pun perih.

"Oh Uways, begitukah kebahagiaan yang dirasakan sang pemabuk cinta? Mengapa aku bahkan tak berhak untuk merasakan? Oh memang inilah nasibku. Ajalku segera tiba."

Peri Mitsa menyiapkan semuanya. Menghibahkan barang-barangnya. Dan mulai merebahkan diri di bawah pohon rindang di belakang pondoknya.

"Duhai, kalaupun aku harus mati. Aku ingin kembali dengan tenang. Tak perlulah emas dan perak kubawa. Tak perlulah wajah cantik menyertai. Aku bahagia dengan diriku. Dan mungkin, inilah perasaan cinta itu. Ikhlas, rela, bahagia atas orang lain.."


Di tempat lain, Putri Anis girang bukan kepalang melihat dirinya kembali utuh dalam bayang cermin setelah meminum ramuan itu. Meski dengan rasa sebal, harus ia akui bahwa Uwayslah penyelamatnya, jawaban atas do'a-do'a panjangnya. Ia tersenyum.

Uways pun bahagia melihat Putri bahagia. Namun ia teringat pada gadis manis di pondok utara. Peri Mitsa.. apa kabar? Dan sekonyong-konyong bangkitlah kesadarannya. Uways segera berlari dan berlari, menerobos apa saja bahkan kehadiran Putri Anis yang tampak manis. Tujuannya hanya satu, pondok itu.

"Mitsa! Mitsa! Peri Mitsa! Dimana kau?" Teriaknya khawatir.
"Mitsa?"

Lihatlah disana Sang Peri terbujur kaku. Manis senyumnya, cerah wajahnya membuat siapa saja yang melihat begitu terharu.

"Daeng.." perlahan suara itu menyapa
"Mitsa! Kau?"
"Jemputlah kebahagiaanmu, Daeng.. sekarang aku akan pergi"
"Mitsa, tapi. Oh Peri.." air mata hampir menetes.
"Dia sungguh manis ya? Cantik. Pantas saja kau rela berkorban." Ujar Peri setaya menunjuk belakang Daeng Uways dengan tatapannya. Uways menoleh.
"Ah, Putri? Bagaimana kau?"

"Jadi ini Peri Utara? Kau yang telah membantuku. Terima kasih Peri.." meski agak cemburu, Putri Anis tetap berusaha normal. Dan peri hanya tersenyum sembari menutup mata.

"Mitsa!"
"Mitsa!"

"Tolong jangan teriak-teriak, Daeng.. aku ingin tenang.. biarkan aku pergi. Aku bahagia.. atas nama cinta.."

Kembali menutup mata. Uways mencoba tenang, Putri Anis mulai iba.

"Gadia baik." Begitu katanya.

"Hiduplah dengan bahagia, Putri.. bersama pangeranmu.. selamat tinggal..." dan lepaslah seluruh napas itu. Menyatu dengan udara sekitar. Memaksa tubuh Peri Mitsa perlahan melebur, mengurai menjadi ratusan kupu-kupu kecil nan cantik.

"Mitsa.." itu kata Uways
"Peri.." ini kata Putri

"Selamat jalan. Sampai jumpa.." ucap mereka berdua.

Kupu-kupu yang indah. Mereka menemani langkah gontai Sang Putri dan Sang Uways menuju istana. Meski bersedih, namun kebahagiaan itu kentara sekali.

"Ternyata ini bukan kutukan, Putri.. ini anugerah.."

Dan, berbahagialah hidup mereka dalam istana megah. Dari pengalaman itu mereka banyak belajar. Bahwa tak selamanya selingkuh itu indah *eh

Sekian dan terima kasih..

Tak perlu sok memahami

aku capek, guys..
Disaat semangat yang ku punya dipertanyakan lagi..
Disaat aku mulai mengukuhkan tegakku disini, tapi apa yang mereka ucapkan membuatku goyah kembali. Tapi kau tau, dia atau mereka sama sekali tak memberikan solusi untuk mengembalikan semangatku..

Aku bosan jika selalu saja ini yang membuatku menangis. Entah sudah berapa liter air mata yang ku tumpahkan untuk melampiaskan segala resahku. Sembab wajah yang terlihat setiap kali aku bangun tidur tidak lagi menjadi hal yang patut dipertanyakan.

Rasanya aku ingin istirahat dari semua lelah yang ku rasa. Tapi lagi-lagi aku terpikir tentang sebuah nilai harga diri yang terlempar jika aku berhenti dari sini. Teriakan, cacian, makian, aku benci dengan itu semua.  Aku sudah lelah dengan itu semua. Aku ingin mereka berhenti saja bicara, mempertanyakan segala hal yang harus aku prioritaskan. Hanya itu yang mereka bisa! Kalian, tau!

Tak pernah sekalipun merek menyemangati ku yang tengah kelelahan ini. Mereka bilang mereka mengerti keadaanku. Omong kosong! Sama sekali mereka tak paham dengan apa yang kurasa!  Mereka hanya paham pada hal yang perlu mereka ucapkan padaku. Mereka hanya paham bahwa aku harus mendengarkan setiap kata yang mereka ucapkan kan.

Aku tau kalian pun tak  paham dengan segala hal yang ku katakan sekarang. Tak apa, guys. Setidaknya kalian mau mendengarkan keluhku saja, sudah cukup bagiku.

Kamis, 01 Oktober 2015

Episode 1: Ombak yang menghardik



Jika saja petugas tak pengertian itu tak menyuruhku beranjak mungkin aku tak akan seperti orang gila ini sekarang. Berjalan tanpa arah menjauhi stasiun tanpa tujuan yang jelas. Hempasan ombak yang terdengar tidak jauh dari tempat kereta berhenti terdengar mengerikan ditelingaku. Lebih terdengar seperti hardikan menyuruhku kembali. 

Aku benar-benar tidak tahu kemana harus menuju. Keinginan menghilang, beberapa jam yang lalu terasa begitu lantang menabuh otak dan perasaanku seakan hilang seketika. Ditambah dengan perut keroncong dan uang dalam saku, yang aku tidak tahu apakah cukup atau tidak untuk sarapanku pagi ini dan membeli tiket kembali, semakin menciutkan nyali. Baju asal jadi dan sandal jepit yang kugunakan membut aku tak ingin bertemu siapa pun yang mengenalku. Sempurna, aku seperti seorang gembel tak tentu arah di kota keliharan sendiri.

Di gerbang stasiun aku berhenti sejanak. Melengok kiri kanan depan belakang. Mencari petunjuk arah kemana kaki harus ku langkahkan. Di depan stasiun, lalu lalang kendaraan dan orang berjalan kaki disekitar pasar untuk berbelanja perlengkapan dapur ataupun sekedar singgah membeli menu sarapan ikut menggiurkan ku untuk berjalan mendekati mereka. Perut keroncong ku pun seperti menyemangati ku berjalan lurus kedepan. Tapi tangan yang merogoh saku jaketku membuatku ragu melangkah karena jari-jariku hanya bisa menggapai recehan yang tak seberapa jumlahnya. Aku semakin merasa malu sendiri. Dunia seakan sedang menertawakan ku dan memandang sinis padaku. 

“Lihat! Susah sendiri kan Lo! Katanya mau kabur! Udah jauh dari rumah keingat pulang! Kasihan banget sih!” Bisikan itu terdengar sangat menggelegar. Seperti petir yang menyambar membuat seluruh tubuhku merinding.

Aku semakin serasa ingin menangis saat teringat menjadi gembel di kota kelahiran sendiri. Tempat aku biasa bermain sepulang sekolah dulu. Tempat yang aku telah hapal setiap sudutnya. Tapi sekarang aku merasa seperti orang asing. Atau tepatnya aku yang ingin menjadikan diriku asing disini karena kebodohan ku sendiri.

Pagi-pagi setelah subuh tanpa sepengetahuan siapa pun dirumah, aku pergi tanpa arah dan tujuan. Bahkan aku lebih memilih melompati pagar rumah karena tak ingin suara gesekan pagar memberi tahu semua orang bahwa ada yang meninggalkan rumah. Aku pun tak ingat untuk mengganti baju tidurku dengan baju yang sedikit pantas atau pun menggunakan sepatu supaya aku tak terlihat seperti pengemis. Semuanya tak terpikirkan olehku karena dari awal aku tak punya niat untuk pergi sampai sejauh ini. Tapi beban masalah yang sungguh membuatku depresi ternyata tak bisa ku hilangkan dengan sekedar berjalan pagi disekeliling komplek. Hah! Tapi apa mau dikata sekarang? Aku sudah terlalu jauh melangkah. Ponsel yang bisa kugunakan untuk bisa menghubungi teman sekolahku di kota ini pun tak kubawa. Semakin terdamparlah aku di kota yang tak asing ini.

Rumah saudara dan kerabat sebenarnya banyak yang bisa kusinggahi. Bukan hanya makan pagi saja yang bisa ku dapatkan disana. Uang saku untuk beberapa hari pun bisa kudapatkan. Tapi? Hah! Harga diriku terlalu tinggi untuk sekedar meminta seperti itu. Apalagi jika seandainya mereka tahu bahwa aku pergi diam-diam dari rumah. Dugaan-dugaan yang bisa membuat nama baik keluarga ku buruk dimata keluarga lain tak akan bisa ku hindari. Dan kewarasan ku yang tersisas tak ingin itu terjadi.

”Allah! Aku hanya ingin menenangkan diri ku sesaat di kota ini. Aku tak berniat untuk lari selamanya. Aku hanya ingin berfikir sejenak Ya, Allah!”

Lidah ku kelu menyebut namaNya.

>>> to be continued